PRINSIP – PRINSIP PERTANIAN BERKELANJUTAN

PRINSIP – PRINSIP PERTANIAN BERKELANJUTAN

Oleh :   Sukardi Bendang *

1.Peka Terhadap Nilai-Nilai Budaya Petani

Pertanian merupakan kebudayaan dan pertanian adalah kehidupan. Pada zaman dahulu nenek moyang kita melakukan kegiatan pertanian karena masalah kehidupan tanpa berorientasi pasar atau kepentingan ekonomi semata. Mereka menghasilkan makanan pokok sayur-sayuran dari lahan sendiri tanpa bergantung pada asupan luar seperti pupuk kimia, pestisida, dan bibit unggul produksi tertentu. Nenek moyang kita mampu mencukupi kebutuhan sosial mereka dari kelebihan hasil usaha dibidang pertaniannya. Mereka lahir, berkembang, dan mati diatas lahan dan usaha pertanian mereka.

Mungkin ada pikiran yang mengatakan kalau kebutuhan sosial nenek moyang kita masih sedikit belum sebanyak kebutuhan sosial kita saat ini. Apakah untuk mencukupi kebutuhan sosialnya seorang petani harus menanam tanaman yang berorientasi pasar atau tujuan ekspor saja seperti kakau, karet, kopi dan lain-lain. Tanaman kakau belum tentu mampu mengatasi kelaparan seperti kasus di NTT beberapa tahun yang lalu. Tanaman casiavera atau kulit manis juga tidak mampu mengatasi kelaparan karena harganya yang rendah saat ini. Kemudian tanaman gambir yang hanya menempatkan petani pada posisi terendah (kuli) sebagai penerima bagian terkecil dan yang diuntungkan hanya tengkulak, pedagang besar, dan pengusaha-pengusaha india dan negara lain.

Apakah seorang petani minimal untuk mencukupi kebutuhan dapurnya harus bergantung kepada penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan bibit produk tertentu yang jika dibandingkan antara modal dan hasil akan menempatkan petani sebagai penerima bagian terkecil dari totalitas usaha pertanian mereka.

Sah-sah saja jika petani menanam kakau, kopi, casiavera, cengkeh dan lain-lain, namun nilai-nilai yang diwariskan nenek moyang kita sangat layak untuk dipertimbangkan kembali. Setiap rumah tangga petani semestinya berfikir dan mampu menghasilkan kebutuhan pangan keluarganya dengan biaya murah dan sehat, misalnya untuk kebutuhan sayur memiliki dapur hidup yang diusahakan secara organik. Malu dong, ngakunya petani tapi untuk kebutuhan dapurnya 80% harus membeli. Pertanian berkelanjutan harus peka terhadap nilai-nilai budaya petani dan berbasiskan  rumah tangga petani itu sendiri.

2. Menjaga Kelestarian Lingkungan

             Semenjak revolusi hijau dicanangkan dengan sistem intensifikasi pertanian tak dapat dipungkiri telah mengakibatkan berbagai kerusakan lingkungan, mulai dari tanah, air, udara bahkan tanaman dan makhluk hidup sudah tercemari bahan-bahan kimia sintetis. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida berimplikasi terhadap rusaknya struktur tanah, dan memusnahkan predator alami yang berkorelasi terhadap peningkatan populasi hama dan gulma yang resisten terhadap pestisida.

Dalam pertanian organik tercermin hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alam, bagaimana mengolah alam ini secara bijak tanpa merusaknya. Kebutuhan untuk bertani bersumber dan dikembangkan dari kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, seperti penggunaan pupuk dari dedaunan, kotoran ternak, dan penanaman yang tidak monokultur merupakan sebuah kearifan untuk melindungi keberlanjutan kesuburan lingkungan.

3. Memadukan Ilmu Pengetahuan

Jika dilihat dari sisi ilmu pengetahuan, pertanian organik harus mengkombinasikan sistem pertanian dan kearifan tradisional petani dengan ilmu pengetahuan pertanian yang terus berkembang.

Sebetulnya pertanian organik bukanlah hal baru atau tiba-tiba dianggap premium di tengah hiruk pikuk pertanian konvensional saat ini. Jauh sebelum pertanian konvensional saat ini dikembangkan petani terdahulu telah melaksanakan sistem pertanian yang ramah lingkungan dengan ilmu atau sistem pertanian yang sering disebut dengan cara-cara atau kearifan tradisional petani. Mereka telah memiliki kebiasaan seperti penggunaan pupuk kandang, kompos, sampai kepada penggunaan ramuan nabati untuk mengusir hama dan memiliki cara dalam penyeleksian dan penyimpanan benih (bibit). Contoh-contoh lainnya ilmu atau kebiasaan petani pada zaman dahulu misalnya penggunaan daun nimba, tembakau dan abu untuk mengontrol rayap, penggunaan tangan sebagai pengukur kelembaban, penanaman yang tidak monokultur untuk mensiasati hama dan lain-lain.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang pertanian dewasa ini, misalnya penemuan bakteri penghancur, alat pengukur kelembaban, pengukur PH, kandungan pupuk dan bahan-bahan pembuat pupuk organik bisa diteliti dan bermacam-macam penemuan lainnya di bidang pertanian. Dalam melaksanakan pertanian organik harus menggali kembali kearifan tradisional petani memadukannya dengan ilmu pertanian saat ini sepanjang penemuan-penemuan baru di bidang pertanian ini tidak merusak lingkungan dan tidak menimbulkan ketergantungan baru.

 

4. Membangun Kemandirian

Revolusi hijau dengan sistem intensifikasi pertaniannya mempunyai andil dalam memperbesar kelas sosial di kalangan petani antara petani kaya dan petani miskin (petani kecil dan buruh tani) dengan merubah pola hubungan petani pemilik dengan buruhnya menjadi semakin individual.

Petani miskin yang merupakan mayoritas petani Indonesia menjadi semakin tak berdaya karena ketergantungan terhadap bahan atau asupan dari luar. Petani yang dulu berdaulat dengan bibit sendiri, pupuk sendiri, dan keanekaragaman hayati untuk pengedalian hama kini harus membali pupuk kimia, pestisida dan bibit. Jika dibandingkan antara modal dan hasil telah menjadikan petani kuli dilahannya sendiri tempat berladang perusahaan-perusahaan penghasil pupuk, pestisida dan bibit yang mayoritas di kuasai perusahaan asing.

Pertanian organik harus mampu membangun kemandirian petani yang diawali dengan kemandirian rumah tangga petani dalam mencukupi kebutuhan sendiri yang dilanjutkan dengan kebutuhan pasar.

Dalam berproduksi petani harus mampu menyediakan sarana produksi sendiri dengan mengelola sumber daya alam dan lingkungan. Untuk menghilangkan ketergantungan kepada pupuk dan pestisida petani dapat menggunakan bokhasi, kompos dan mengendalikan hama dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati yang ada. Petani juga harus membuat bank benih supaya tidak tergantung lagi kepada monopoli perusahaan bibit yang menerapkan hak kepemilikan intelektual.

 

5. Sebagai Gerakan Sosial

Dalam konteks gerakan sosial kaum tani maka pelaku gerakan adalah petani itu sendiri baik pengorganisasian konsumen, maupun pihak lain diluar pertanian seperti nelayan, buruh bahkan pemuda agar gerakan pertanian organik menjadi luas lagi. Sebagai gerakan sosial harus terus menerus menempatkan pertanian organik sebagai gagasan, indentitas, prinsip, nilai-nilai dan tujuan yang radikal bukan karena kepentingan pasar semata tapi menjadi konseptual yang berbasiskan rumah tangga petani pengganti konsepsi pertanian konvensional (revolusi hijau).

Ada dua strategi utama dalam memperjuangkan konsep pertanian organik ini yaitu pertempuran di dunia ide dan pertempuran di basis material. Pertempuran di dunia ide dalam rangka melawan teori-teori, asumsi-asumsi, kampanye dan rekayasa psikologi individu maupun masyarakat, yang dilakukan oleh kalangan anti pertanian organik yang ekologis, berbasiskan rumah tangga petani dan untuk menghilangkan ketergantungan. Pertempuran di basis material bagaimana petani menguasai langsung sumber daya agraria dan praktek pertanian organik di lapangan (aksi sebagai bentuk perlawanan) tanpa harus menunggu kebijakan, teori-teori dan konsep pembangunan pertanian organik yang berpihak kepada petani di jalankan oleh pemerintah.

Memang terdapat beberapa kalangan yang mengkhawatirkan bahwa kembali ke sistem produksi pangan organik akan mengakibatkan produksi nasional menurun. Tetapi pendapat tersebut sebenarnya tidak memiliki dasar ilmiah dan bukti empiris lapangan yang kuat. Buktinya ditingkat petani yang menerapkan pertanian padi organik justru mengalami peningkatan produktifitas bahkan dapat meningkatkan hasil 20-30%, dibanding sistem produksi ala revolusi hijau.

Pertanian organik juga membuat perekonomian pedesaan kembali bergairah, karena produksi pupuk organik relatif padat karya sehingga dapat membuka lapangan kerja baru. Sistem peternakan kecil yang selama ini tergantikan oleh peternakan skala industri bisa hidup kembali karena produksi pupuk memerlukan kotoran ternak. Pemerintah tidak lagi perlu memberikan subsidi pembelian gas alam dan perawatan pabrik pupuk, tapi menggantikannya menjadi intensif buat petani untuk memproduksi pupuk organik termasuk membuat pelatihan. Petani dapat memberikan pupuk pada tanaman tepat waktu, dan arus kas keluar yang biasanya untuk membeli pupuk kimia, pestisida milik perusahaan asing akhirnya beredar antara sesama petani, peternak dan pedagang kecil.

* Ketua Serikat Petani Indonesia Wilayah Sumatera Barat

Satu Tanggapan to “PRINSIP – PRINSIP PERTANIAN BERKELANJUTAN”

  1. edi supriyanto (@edisupriyanto) Says:

    Semoga makin maju pertanian Indonesia

Tinggalkan komentar